HM Yunus Kadir (kanan). Dia bersama mitranya dalam bisnis pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara. Gambar diambil bulan Mei 2013 dalam pertemuan para investor tambang nikel dengan Wakil Menteri ESDM dan Gubernur Sultra Nur Alam di Swissbel Hotel Kendari. Dia sedang menyimak penjelasan Wamen ESDM Susilo Siswoutomo. (Foto: Yamin Indas)
-----------------
In Memoriam HM Yunus Kadir
Oleh: Yamin Indas
(Mantan Wartawan Harian Kompas)
SAYA mengenal Haji Muhammad Yunus Kadir baru sekitar awal tahun ini (2013). Ketika itu dia menghadiri acara penyerahan surat keputusan Menteri Dalam Negeri kepada Amir Sahaka sebagai pelaksana tugas (Plt) Bupati Kolaka menggantikan Buhari Matta yang terlibat kasus korupsi. Yang menyerahkan SK tentu saja Gubernur Sulawesi Tenggara H Nur Alam SE MSi.
Dia berjalan bareng dengan beberapa tokoh Kolaka menuju ruangan tempat acara. Dia mengulurkan tangan dan kami bersalaman yang terasa hangat dan familiar. Apalagi dia bumbui dengan kata-kata: “Sudah lama saya ingin berkenalan dengan bapak”. Saya pun merasa sangat tersanjung.
Menurut orang-orang dekatnya, Yunus Kadir suka berteman dengan wartawan. Sampai-sampai dia mengangkat sekretarisnya seorang wartawan. Kira-kira sebulan setelah itu, saya menghubunginya dari Kendari lewat telepon genggam. Dia di Makssar. Agak lama baru diangkat. Dia mengatakan, “Saya sedang rapat, tapi karena saya lihat nomornya bapak, maka saya angkat”. Tentu saja dia bercanda.
Saya pun sebenarnya sudah lama ingin berkenalan dengan Pak Yunus. Saya ingin menulis profilnya. Konon, dia seorang pengusaha yang sukses dan baik hati, dermawan pula. Dia juga tokoh Islam Sulawesi Selatan. Pengurus teras ormas Muhammadiyah. Lebih dari itu saya sudah beberapa kali naik pesawat helikopter miliknya. Saya diajak Gubernur Nur Alam untuk menyisir beberapa daerah terpencil di Sulawesi Tenggara, dengan menggunakan helikopternya itu.
Gubernur bilang, ini pesawatnya Pak Yunus. “Saya dikasih pinjam kapan saja saya butuh”, tutur Nur Alam. Hati saya mengatakan, baik benar hati orang itu. Menurut informasi, dia memang memiliki dua pesawat heli. Yang satunya agak besar.
Kontak fisik saya dengan Pak Yunus di Kolaka, ternyata adalah yang pertama dan terakhir. Cita-cita saya menulis profilnya tidak terwujud hingga terbetik kabar beliau wafat secara mendadak. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Sesungguhnya kita berasal dari Allah dan kita akan kembali kepada-Nya.
Saya sangat terkejut dan hampir tak percaya. Saat itu saya sudah mau tidur di sebuah hotel di Makassar, Minggu malam tanggal 1 Desember 2013. Malam telah agak larut. Saya sekamar dengan Kusnadi dari Biro Humas Pemprov Sultra. Kusnadilah yang menerima informasi pertama kali dari Yauri di Kendari, orang dekat Pak Yunus pula.
HM Yunus Kadir berpulang kerahmatullah pada umur 63 tahun, di saat dia sedang sangat dekat dengan Allah Sang Maha Pencipta. Malam Minggu itu adalah malam ta’ziah untuk tiga malam meninggalnya kakak kandungnya HM Rahmat Kadir di Desa Minanga, Makale, Tana Toraja. Saat memberi sambutan dan ucapan terima kasih kepada para tamu dan segenap keluarga besarnya yang sempat hadir, Pak Yunus terlihat oleng. Dia pun segera dilarikan ke RSU Lakipadada, namun jiwanya sudah naik kehadirat-Nya.
HM Yunus Kadir bukan hanya sekadar seorang pengusaha dan tokoh Islam kelahiran Tana Toraja yang dikenal luas mulai dari rakyat biasa hingga Gubernur Sulawesi Selatan dan Gubernur Sulawesi Tenggara, bahkan sampai ke para elite politik di Jakarta. Tetapi tokoh ini juga adalah pejuang bagi bangsanya. Dalam suatu percakapan melalui telepon genggam tadi dia mengatakan, “Saya sedang memikirkan suatu gagasan bagaimana kita membangun di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara ini, agar kualitas bangunannya bisa berumur ratusan tahun seperti bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang masih terlihat kokoh sampai sekarang”.
Percakapan itu terjadi pada hari Sabtu tanggal 13 April 2013. Pak Yunus berbadan agak kecil. Pak Haji ini pada acara-acara resmi selalu memakai peci hitam seperti Bung Karno. Bicarnya agak pelan tetapi tegas memancarkan wibawa. Begitu kesan saya setelah perkenalan singkat di Kolaka itu.
Pak Yunus pergi untuk selama-lamanya ketika masyarakat Sulsel dan Sultra masih membutuhkan kehadirannya, pemikiran, keteladanan dan semangat kebangsaannya di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Dia meninggalkan delapan orang anak, hasil pernikahannya dengan Hj Nasmi. Menurut Palopo Pos On Line, puluhan ribu masyarakat mengantarkan ke pemakamannya di pekuburan keluarga, Senin tanggal 2 Desember 2013. Ini petunjuk bahwa almarhum adalah orang besar. ***
-------------
keterangan: artikel ini kamai kutip dari http://yaminindas.com/?p=742 pada Ahad, 8 Desember 2013.
Komentar
Posting Komentar