Muslim Uighur di Cina tak tenang menjalankan ibadah puasa selama
bulan Ramadan. Menurut juru bicara World Uighur Congress, Dilxadi Rexiti, para
pejabat pemerintah berulang kali masuk ke rumah-rumah warga Uighur untuk
memaksa mereka makan dan minum pada siang hari selama bulan Ramadan. Pengajian sepenuhnya dilarang dan tempat-tempat ibadah
diawasi ketat, terutama di utara Kota Karamay. (Foto: reuters| david gray)
------------------
Muslim
Uighur Dipaksa Makan Selama Ramadan
Selasa,
16 Juli 2013
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/16/118496855/Muslim-Uighur-Dipaksa-Makan-Selama-Ramadan
TEMPO.CO,
Xinjiang - Muslim Uighur di Cina tak tenang menjalankan ibadah puasa selama
bulan Ramadan. Menurut juru bicara World Uighur Congress, Dilxadi Rexiti, para
pejabat pemerintah berulang kali masuk ke rumah-rumah warga Uighur untuk
memaksa mereka makan dan minum pada siang hari selama bulan Ramadan.
Laporan
lain dari Uighur American Association (UAA) menyatakan pemilik restoran di
Hotan wajib buka selama Ramadan. "Bahkan, jika ditutup karena sedang
melakukan perbaikan, mereka didenda," demikian laporan UAA.
Selain
itu, Karamay Daily melaporkan, akses kaum muslim masuk ke masjid dibatasi.
Rexiti menyatakan, pengajian sepenuhnya dilarang dan tempat-tempat ibadah
diawasi ketat, terutama di utara Kota Karamay.
Pegawai
pemerintah, dosen, dan mahasiswa juga didenda jika berpuasa. Menurut laporan
tahunan USCIRF, banyak muslim Uighur dipenjara karena terlibat dalam kegiatan
keagamaan. "Diluncurkan atas nama stabilitas dan keamanan, Beijing
melakukan penindasan terstruktur terhadap muslim Uighur, termasuk penargetan
pertemuan pribadi yang damai untuk studi agama dan ibadah," kata Katrina
Lantos Swett, Ketua Komisi Amerika Serikat tentang Kebebasan Beragama
Internasional (USCIRF), seperti dikutip oleh The Muslim Village pada Senin.
"Pembatasan
agama yang sangat agresif sangat mengganggu bagi kehidupan muslim Uighur,"
kata Presiden UAA Alim Seytoff. Ia menyatakan, pengawasan ketat justru akan
semakin memancing kemarahan rakyat Uighur. "Kekerasan bisa meletus lagi
karena tindakan represif yang sistematis."
Pengamat
Cina di Singapura memperingatkan situasi di Xinjiang lebih dari masalah
keamanan lokal. "Cina perlu mengelola minoritas dengan lebih baik,"
kata Ronan Gunaratna, Kepala Pusat Internasional untuk Penelitian Kekerasan
Politik dan Terorisme Singapura.
Pengawasan
ketat Cina atas Uighur, kata ahli lain, hanya akan membawa Cina memasuki
"lingkaran setan" yang hanya menciptakan lebih banyak kebencian.
Langkah-langkah ini benar-benar mengancam gejolak yang berpotensi pecah
sewaktu-waktu, baik di tingkat regional bahkan nasional.
"Cina
bisa meledak di mana saja, tapi Xinjiang berada di barisan depan," kata
Kerry Brown, Direktur Pusat Studi Cina di Universitas Sydney.
Etnis
Uighur adalah minoritas berbahasa Turki dengan delapan juta warga di wilayah
Xinjiang barat laut. Xinjiang, kerap disebut Turkestan Timur, menjadi otonom
sejak tahun 1955, namun terus menjadi subyek tindakan keras aparat keamanan
Cina.
Kelompok-kelompok
HAM menuduh pihak berwenang Cina bersikap represif terhadap muslim Uighur di
Xinjiang atas nama pencegahan terorisme. Muslim menuduh pemerintah berusaha
memberangus jutaan etnis Han di wilayah mereka dengan tujuan akhir melenyapkan
identitas dan budaya.
Komentar
Posting Komentar