‘Aisyiyah Sulsel Berharap Presiden Baru Peduli Tuberculosis



Ketua Aisyiyah Sulsel Nurhayati Azis, mengatakan, organisasi yang dipimpinnya berharap, siapapun Capres terpilih nanti, agar meningkatkan komitmennya dalam penanggulangan penyakit Tuberculosis. Saat ini, selain konsen di bidang dakwah dan pendidikan, ‘Aisyiyah Sulsel juga memiliki program khusus penanggulangan penyakit Tuberculosis. (Foto: Asnawin)






----------------




‘Aisyiyah Sulsel Berharap Presiden Baru Peduli Tuberculosis


Pemilihan Presiden yang akan berlangsung 9 Juli 2014 mendatang, membuat sejumlah kalangan masyarakat berharap hadirnya perubahan. ‘Aisyiyah Sulsel, sebagai salah satu elemen masyarakat sipil berharap Presiden mendatang memiliki kepedulian terhadap penanggulangan penyakit Tuberculosis.

Ketua Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Sulsel, Nurhayati Azis, mengatakan, ‘Aisyiyah berharap, siapapun Presiden terpilih nanti, agar meningkatkan komitmennya dalam penanggulangan penyakit tuberculosis.

“Indonesia saat ini menempati urutan keempat kematian TB di dunia, setelah India, China, dan Afrika Selatan. Secara statistik, 67 ribu orang mati setiap tahun akibat TB. Kalau dirata-ratakan, setiap jam ada 52 orang yang meninggal karena penyakit ini,” kata Nurhayati dalam rilis berita yang diterima Selasa, 24 Juni 2014.

Selain konsen di bidang dakwah dan pendidikan, katanya, ‘Aisyiyah Sulsel juga memiliki program khusus penanggulangan penyakit Tuberculosis.

Nurhayati menguraikan bahwa keberpihakan pemerintah terhadap masalah kesehatan masih sangat minim. Anggaran APBN untuk kesehatan masih jauh dari angka yang di tetapkan WHO yakni minimum 15 % dari total APBN.

“UU kesehatan tahun 2009 yang hanya mengamanatkan minimum 5% dari APBN dan 10 persen dari APBD, itu pun dalam penerapannya masih jauh dari yang diharapkan,” tambahnya.

Dalam APBN 2014, belanja pemerintah pusat untuk fungsi kesehatan adalah 13,1 triliun, atau 1% dari belanja pemerintah pusat. Angka ini turun dari tahun 2013, yang mencapai 17,5 triliun atau 1,5% dari belanja Pemerintah.

"Kondisi ini cukup ironis, jika dibandingkan dengan negara lain, bahkan bahkan tiga negara di Afrika yang masuk low income Tanzania, Rwanda, Liberia, menganggarkan hingga 15 persen,” pungkasnya. (win)

Komentar